๑۩๑ Selamat Merayakan Tahun Baru Hijriyah 1435 H, Tetap Perbanyak Shalawat kepada Manusia Terindah, Rasulillah Muhammad Ibni Abdillah ๑۩๑
Rabu, 05 Juni 2013

Majelis Rasulullah

Di dalam Masjid tampak orang-orang duduk melingkar dengan tenang dan rapi. Tiada sepatah kata ataupun gerakan yang mengusuk keheningan masjid. Yang terdengar hanyalah suara merdu, lembut, dan penuh cinta yang menuturkan untaian mutiara tiada tara. Suara yang dirindukkan oleh setiap pecinta, suara kekasih Allah Al-Musthafa shalallahu ‘alahi wasallam menyampaikan sabda-sabdanya. Mereka semua tenggelam dalam keheningan menyaksikan keindahan baginda Muhammad shalallahu ‘alahi wa sallam. Setiap orang ingin duduk di dekat beliau, menatap wajah beliau yang mulia. Kendati demikian, mereka tidak berdesak-desakkan. Suatu hari, barisan depan majelis Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah dipenuhi oleh para sahabat. Beberapa sahabat yang pernah ikut perang Badar (ahli Badar) tidak mendapatkan tempat duduk. Mereka lantas berdiri di hadapan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam menanti agar diberi tempat oleh sahabat yang lain. Akan tetapi, tidak ada
seorangpun yang bergerak dari tempat duduknya. Menyaksikan hal ini, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam segera memerintahkan beberapa sahabat yang tidak ikut perang Badar – yang saat itu berada di dekat beliau – untuk berdiri dan memberikan tempatnya kepada para sahabat ahli Badar. (Lihat Abu ‘Abdillah Al-Qurthubi, Tafsir Qurthubi, Darul Kutubil ‘Ilmiah, Juz. XVII, hal 192). Kemudian turunlah wahyu Allah yang berbunyi :

“Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu: “Berlapanglah dalam majelis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu,” maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang deberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Mujadilah, 58:11)

Demikianlah kedaan majelis Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam. Beliau menempatkan setiap orang sesuai dengan kedudukannya. Orang-orang yang memiliki kedudukan di sisi Allah, berjasa bagi Islam dan muslimin, beliau tempatkan di depan. Begitu pula dengan orang-orang yang berilmu dan lebih tua. Setelah ayat di atas turun, maka para sahabat pun suka memberi tempat kepada sahabat yang lain, meneladani Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah shalallahu ‘alahi wa sallam.

Dalam kesempatan lain, ketika Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam sedang duduk bersama para sahabatnya di sebuah rumah, tiba-tiba seorang sahabat bernama Jarir bin ‘Abdullah datang dan berdiri di pintu karena ruangan telah dipenuhi oleh para sahabat yang hadir lebih awal. Ketika melihat kedatangan Jarir, Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam segera menengok ke kanan dan ke kiri, mencari temapt yang masih luang untuknya. Ternyata semua tempat telah dipadati oleh para sahabat. Melihat hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam segera melipat selendang beliau menyerahkannya (melemparkannya) kepada Jarir dan berkata, “Duduklah di atas selendang itu, wahai Jarir.” Jarir pun menerima selendang itu, memeluknya dengan penuh cinta dan menciumnya dengan hangat. Ia tidak kuasa untuk duduk di atas selendang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jarir lalu mengembalikan selendang itu kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dan berkata, “Semoga Allah memuliakanmu wahai Rasul, sebagaimana engkau memuliakanku.”

Melihat perlakuan Rasululllah shallallahu ‘alahi  wa sallam kepada Jarir tersebut para sahabat tercegang dan berkata :

“Duhai Rasulullah, hari ini kami melihat engkau memperlakukan Jarir dengan suatu perlakuan yang sebelumnya tidak pernah engkau lakukan kepada seorang pun.”

“Benar, Jarir ini adalah tokoh masyarakat,” jawab Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam.
Setelah itu beliau shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda :

“Jika datang kepada kalian seorang yang mulia dari suatu kaum (pemuka masyarakat), maka mulaiakanlah dia.” (Lihat Al-Hakim An-Naisaburi, Al-Mustadrak ‘Alash Shahihain, Darul Kutubil ‘Ilmiyah, Juz IV hal 324).
Duhai Rasul, betap mulia akhlakmu, sungguh agung budi pekertimu. Selendang yang mulia, yang senantiasa melekat di tubuhmu, yang engkau gunakan ketika shalat, dalam perjalanan bahkan menemanimu dalam jihad, engkau serahkan kepada Jarir untuk didudukinya?

Sungguh, ini merupakan sebuah penghormatan besar yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam dalam rangka memuliakan setiap orang yang mulia. Rasulullah tidak kuasa membiarkannya duduk di belakang juga tanpa alas. Ya Allah, limpahkanlha shalawat dan salam tanpa henti kepada kekasih kami, RasulMu tercinta, Al-Musthafa shallallahu ‘alahi wa sallam.

Betapa senang hati kita saat orang yang kita hormati, pemimpin yang kita junjung kemudian melayani kita, bahkan memberikan sorbannya sebagai alas duduk kita. Begitulah akhlak Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. Sebagai pemimpin ia ingin menyenangkan dan melayani bawahannya. Sudahkah kita meniru akhlak Rasul shallallahu ‘alahi wa sallam yang mulai ini?

Dalam kisah di atas sangat banyak pelajaran yang dapat kita petik. Saat ini keberkahan majelis ilmu seringkali sirna karena tidak mencontoh dan meneladani tata cara majelis ilmu Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam. Agar majis ilmu menjadi berkah dan bermanfaat, setiap orang hendkanya menjaga adab. Jika dia seseoran yang berilmu, tokoh masyarakat, orang tua, maka hendaknya ia didudukan di barisan depan. Sedangkan anak-anak dan kaum remaja hendaknya menempati posisi yang lebih di belakang. Kemudian jik ada seseorang yang memiliki kedudukan, baik itu ulama ataupun lainnya, datang terlambat karena sebuah keperluan, bukan karena disengaja, maka hendaknya ia diberi temapt sesuai dengan kedudukannya. Selain tiu yang tidak kalah penting dan sangat berpengaruh tergadap keberkahan majelis adalah ketenangan di dalam majelis dan tidak berdesak-desakkna. Setiap orang hendaknya mencari posisi duduk yang nyaman, mengarahkan pandangan kepada pimpinan majlis, diam, tidak berbicara ataupun melakukan suatu kegiatan yang dapat menimbulkan suara yang dapat mengganggu ketenangan majelis.

dikutip dari buku Akhlak Nabi karya Habib Naufal Alaydrus
cetakan I , Januari 2013

0 komentar:

Mari Berbagi Ilmu dengan like fanspage and follow twitter kami..

×
Diberdayakan oleh Blogger.



Follow Us on Twitter..

Pengikut