Rabu, 06 Maret 2013
Biografi Imam Ghazali
Nama Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali Ath-Thusi tidaklah asing bagi dunia ilmu, khususnya Islam. Beliau adalah seorang ulama besar yang lahir pada tahun 450 H di Thus. Kedua orang tua beliau berasal dari keluarga miskin yang baik. Ayah beliau seorang pemintal kain yang suka mengunjungi para ulama, menghadiri majelis ilmu dan membantu mereka sesuai dengan kemampuaanya. Jika mendengar untaian nasihat mereka, ia menangis, memohon agar Allah mengaruniainya seorang putra yang berilmu. Allah pun mengabulkan doanya. Beliau memperoleh seorang putra yang bernama Muhammad yang kemudia hari kita kenal sebagai Imam Ghazali.
Sayagn, ayah yang saleh ini belum sempat melihat secara langsung keberhasilan putranya dan buah dari doanya. Ketika Imam Ghazali masih kanak-kanak, ayah beliau meninggal dunia. Sebelum meninggal, ia telah menetipkan Imam Ghazali dan kakaknya yang bernama Ahmad kepada seorang sufi yang miskin. Dlam pesannya kepada sufi tersebut ia berkata,
Imam Ghazali tak gentar, beliau berakta kepadanya, Dengan kebersaran Allah yang kepada-Nya kau memohon keselamatan, tolong kembalikan bukuku. Ia tidak bermanfaat bagi kalian."
"Buku apa?" tanya pimpinan perampok itu.
"Sebuah buku di dalam tas kecil itu. Aku telah melakukan perjalanan jauh untuk mendengarkan petuah para ulama dan kemudai semua keterangan mereka kucatat dalam buku itu," jawab Imam Ghazali.
Pimpinan perampok itu tertawa terbahak-bahak dan kemudian berkata, "Sekaran kau tiak mengetahi apa-apa. Bukumu bersama kami. Kau tidak akan memiliki ilmu lagi."
Kemudian ia perintahkan anak buahnya utnuk menyerahkan buku itu kepada Imam Ghazali. Imam Ghazali menyadari bahwa Allah lah yang menuntun pimpinan perampok itu untuk berbicara seperti itu.
Setibanya di Thus, Imam Ghazali berjuang menghapalkan semua catatannya. Dalam waktu tiga tahun, beliau berhasil menghapalkannya. Setelah itu, tidak ada lagi perampok yang dapat merampas ilmunya.
Setelah itu Imam Ghazali merantau keberbagai kota untuk menuntut ilmu hingga menjadi ulama besare yang berjiwa mulia. Akhirya pada hari Senin 505H, dalam usia 55 tahun beliau berpulang ke rahmatullah. Kakak beliau berkata,
Sayagn, ayah yang saleh ini belum sempat melihat secara langsung keberhasilan putranya dan buah dari doanya. Ketika Imam Ghazali masih kanak-kanak, ayah beliau meninggal dunia. Sebelum meninggal, ia telah menetipkan Imam Ghazali dan kakaknya yang bernama Ahmad kepada seorang sufi yang miskin. Dlam pesannya kepada sufi tersebut ia berkata,
"Selama hidupku, akau tidak sempat belajar menulis. Hal ini membuatku sangat sedih. Kuharapkan kedua anakku ini dapat menutupi kekuranganku ini. Ajarilah keduanya menulis Tak jadi soal jika kau habiskan sedikit warisan ini untuk membiayai keperluan mereka."Setelah ayah beliau meninggal, Imam Ghazali dan kakaknya, teinggal bersama sufi tersebut. Ia mengajar keduanya dengan tekun hingga harta warisan tersebut habis. Pada saat itulah ia berkata kepada mereka,
"Ketahuilah, seluruh harta warisan kalian telah kugunakan untuk membiayai semua keperluan kalian. Aku seorang miskin yang tidak memiliki cukup harta untuk membiayai kalian berdua. Menurutku, lebih baik kalian tinggal di sekolah (pesantren), bukankah sekarang kalian telah menjadi penuntut ilmu? Disana kalian akan mendapatkan makanan gratis."Keduanya menyetujui usulan sang sufi yang kemudian mereka menuntut ilmu di sebuah sekolah guna mendapatkan makanan menyambung nyawa. Pengalaman masa kecil ini selalu beliau kenang, Imam Ghazali berkata,
Dahulu kami menuntut ilmu bukan karena Allah (untuk mencari makan), tetapi ilmu itu tidak mengizinkannya, sehingga akhirnya kami mencari ilmu hanya karena Allah"Dari Thus, Imam Ghazali menuju Jurjan dan belajar kepada sejumlah ulama di kota tersebut. Meskipun masih kecuil, tetapi beliau rajin mencatat berbagai keterangan yang disampaikan pada gurunya. Catatan-catatan itu kemudian beliau jilid menjadi sebuah buku. Karena memiliki buku catatan, Imam Ghazali tidak menghapal ilmunya. Suatu hari, dalam sebuah perjalanan menuju kota kelahiraanya, rombongan beliau dihadang oleh sekawanan perampok. Mereka merampok segala-galanya. Segala perlengkapan beliau termasuk buku catatan tersebut juga diambil. Dengan berani, Imam Ghazali mengerjar kawanan perampok itu. Merasa dibuntuti, pimpinan perampok itu berpaling dan berkata, "Celaka kau, kembalilah atau kubunuh kau".
Imam Ghazali tak gentar, beliau berakta kepadanya, Dengan kebersaran Allah yang kepada-Nya kau memohon keselamatan, tolong kembalikan bukuku. Ia tidak bermanfaat bagi kalian."
"Buku apa?" tanya pimpinan perampok itu.
"Sebuah buku di dalam tas kecil itu. Aku telah melakukan perjalanan jauh untuk mendengarkan petuah para ulama dan kemudai semua keterangan mereka kucatat dalam buku itu," jawab Imam Ghazali.
Pimpinan perampok itu tertawa terbahak-bahak dan kemudian berkata, "Sekaran kau tiak mengetahi apa-apa. Bukumu bersama kami. Kau tidak akan memiliki ilmu lagi."
Kemudian ia perintahkan anak buahnya utnuk menyerahkan buku itu kepada Imam Ghazali. Imam Ghazali menyadari bahwa Allah lah yang menuntun pimpinan perampok itu untuk berbicara seperti itu.
Setibanya di Thus, Imam Ghazali berjuang menghapalkan semua catatannya. Dalam waktu tiga tahun, beliau berhasil menghapalkannya. Setelah itu, tidak ada lagi perampok yang dapat merampas ilmunya.
Setelah itu Imam Ghazali merantau keberbagai kota untuk menuntut ilmu hingga menjadi ulama besare yang berjiwa mulia. Akhirya pada hari Senin 505H, dalam usia 55 tahun beliau berpulang ke rahmatullah. Kakak beliau berkata,
Pada shubuh hari Senin, adikku berwudhu dan menunaikan shalat. Setelah itu ia berkata, Ambilkan aku kain kafan. Setelah itu ia menciumi kain kafan itu dan meletakkanya di atas kedua matanya, ia berkata, aku siap mengahapa kepada Allah yang Maha Memiliki. Ia lalu meninggalkan dunia yang fana ini menuju keridhaan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyanyang.
Label:
akhlak para wali,
kisah para wali
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar