Jumat, 15 Maret 2013
Allah Melihatku
Ada seseorang guru yang mencintai salah seorang muridnya
melebihi murid yang lain. Sikap Sang guru membuat mereka cemburu. Pada suatu
hari, ia berniat untuk menjelaskan kepada mereka mengapa ia lebih mencintai
muridnya itu lebih dari yang lain. Ia kumpulkan semua muridnya dan memberi
mereka seekor ayam seraya berkata, “Sembelihlah ayam itu di sebuah tempat yang
tak terlihat oleh siapa pun.”
Semua murid melaksanakan perintahnya dan kembali dengan ayam
yang tak bernyawa, kecuali murida yang paling ia cintai. Ia kembali dengan ayam
hidup ditangannya. Ketiak melihat semua temannya telah menyembelih ayamnya
masing-masing, ia merasa heran dan bertanya kepada mereka, “Apa yang kalian
lakukan?”
“Kami melaksanakan perintah guru,” jawab mereka.
“Mengapa ayam itu tidak engkau sembelih, seperti yang telah
dilakukan oleh teman-temanmu?” tanya Sang guru.
“Aku tidak menemukan tempat yang guru maksud, Sebab, dimana
pun aku berada, Allah Maha Melihatku,” jawabnya.
“Ketahuilah, temanmu ini tidak pernah berpaling kepada
selain Allah ‘Azza wa Jalla. Karena inilah aku lebih mencintainya,” ujar Sang
Guru kepada murid-muridnya.
Hikmah Di Balik Kisah
Kita yakin bahwa Allah Maha Melihat semua perbuatan kita,
tapi sayang, keyakinan itu belum mengakar sehingga kita tidak merasa dilihat
Allah. Tanpa rasa takut, siang dan malam kita bermaksiat kepada-Nya. Dlam kisah
di atas, sia murid tidak sekedar yakin
bahwa Allah Maha Melihat dirinya, akan tetapi dia tleah mampu merasakn hal itu.
Di sadar bahwa gerak dan diamnya selalu dalam pengawasan Allah. Itulah yang
membedakannya dengan murid-murid yang lain. Ia telah mencapai derajat ihsan.
Rasulullah saw bersabda:
“Ihsan adalah engkau menghamba (beribadah) kepada Allah, seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak mampu melihat-Nya, maka sadarilah bahwa Dia Maha Melihatmu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Saudaraku, jika derajat ihsan belum dapat kita gapai, mari
kita berusaha untuk menyadari bahwa dimanapun kita berada, dua Malaikat Allah
selalu mengawasi dan mencatat semua gerak-gerik kita, yaitu Raqib dan ‘Atid.
Allah mewahyukan:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya, (yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk disebelah kiri. Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaf,50:16-18)
Sungguh aneh, seorang penjahat tidak berani melakukan
kejahatan saat dia menyadari bahwa semua gerak-geriknya sedang diawasi oleh
aparat hukum dan agen rahasia pemerintah, sedangkan kita berani berbuat
kejahatan dan maksiat kepada Allah secara terbuka, padahal Allah dan segenap
Malaikat yang bertugas, setiap saat mengawasi memperhatikan dan mencatat semua
perbuatan kita.
dikutip dari buku Imam Ghazali bercerita karya Habib Naufal Alaydrus
Label:
akhlak para wali,
kisah para wali
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar